Agama / Pembangunan Diri

Dahsyatnya Doa Orang Yang Dizalimi

Dizalimi dan dianiayai.

Pasti setiap orang tidak suka. Sehingga saat terzalimi ia akan berbuat apa-apa sahaja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaganya atau lisannya. Namun bagaimana jika ia tidak memiliki kemampuan?

Boleh jadi, doa menjadi senjata terakhir baginya. Ia meminta pertolongan kepada Allah SWT atas kezaliman yang dialaminya dan meminta kebinasaan untuk orang yang telah berbuat zalim kepadanya. Dan berdasarkan sabda Rasul-Nya, Allah SWT akan mengabulkan doa orang yang terzalim.

Rasulullah SAW bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: orang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR Al-Tirmidzi)

Rasulullah SAW berpesan kepada Mu’ad bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman,

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Dan takutlah doa orang terzalim, kerana doanya itu tiada hijab (penghalang) antara ia dengan Allah.” (Muttafaq ‘Alaih)

Status Mendoakan Keburukan Atas Orang Zalim.

Pada dasarnya, dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. Allah SWT berfirman;

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Nisa’: 148]

Ibnu Abbas berkata tentang ayat ini: “Allah SWT tidak suka seseorang mendoakan keburukan untuk selainnya, kecuali ia dalam keadaan dizalimi. Allah SWT memberikan keringanan baginya untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya dan itu ditunjukkan oleh firman-Nya, “Kecuali oleh orang yang dianiaya.” (namun), jika bersabar maka itu lebih baik baginya,” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat di atas)

Firman Allah yang lain,

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ

“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka.” [Al-Syuura: 41]

. . . dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. . .

Namun, apakah ini yang terbaik baginya? Tidak. Jika ia membalas kepada orang yang menzaliminya dengan doa keburukan, maka ia tidak mendapat apa-apa karena ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan (kepuasan).

Berbeza jika doanya dengan niatan agar orang-orang tidak lagi menderita akibat kejahatannya, maka ia mendapat pahala dengannya. Terlebih jika niatnya untuk menghilangkan kezaliman, menegakkan syariat Allah SWT dan hukum-Nya, maka pahala yang didapatkannya lebih banyak.

Namun, jika ia bersabar, memaafkan dan membalas keburukan dengan kebaikan maka ia mendapat pahala yang besar di sisi Allah SWT;

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” [Al-Syuura: 40]

Maksudnya: Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah SWT akan memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal. Disebutkan dalam hadits shahih, “Tidaklah Allah menambah kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan.” (HR. Muslim)

Allah SWT berfirman;

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”
[Fushshilat: 34-35]

Maksud “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,” adalah apabila ada orang yang berbuat buruk kepadamu baik dengan perkataan atau perbuatan, maka balaslah dengan kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, maka sambunglah. Jika ia menzalimimu maka maafkan ia. Jika membicarakan keburukanmu, baik di depan atau di belakangmu, maka jangan engkau balas tetapi maafkan ia dan bebicara kepadanya dengan lemah lembut. Jika ia mengucilkanmu dan tidak mau berbicara denganmu, maka berbicaralah yang baik dan mulailah beri salam kepadanya.

Tidaklah taufiq Allah SWT ini diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar atas keburukan yang ia terima dan menyikapinya dengan sesuatu yang Allah SWT cintai. Kerana sifat dasar manusia (berkeinginan) membalas keburukan dengan keburukan agar ia menjadi satu kepuasan. Ia tidak mahu memberikan maaf. Bagaimanapun, sifat dalam ayat ini sangat istimewa, bukan hanya maaf yang ia berikan, tetapi membalas keburukan dengan memberikan kebajikan. Ia sedar bahawa membalas keburukan dengan keburukan tidaklah mendatangkan kebaikan untuk dirinya, khususnya di akhirat. Sementara jika ia berbuat baik kepadanya, kebaikannya itu akan tetap dicatat kebaikan.

Bersikap seperti di atas, tidaklah akan merendahkan martabatnya, tetapi sebaliknya Allah SWT akan meninggikannya dengan akhlak mulia tersebut. Allah SWT akan meninggikan darjatnya di dunia dan akhirat kerana mulianya akhlak yang ia tampilkan.

About Author

Ustazah Fadhlina merupakan tenaga pengajar tauliah MAIK Kelantan. Beliau juga salah seorang Penerbit Rancangan Radio Klate Kita, Radio Digital Online dan antara penulis sukaralewan di bawah Jabatan Informasi dan Teknologi Maklumat Dewan Muslimat PAS Malaysia.

No Comments

    Leave a Reply